Berkaca pada kisah Sulaiman 'Alaihissalam dan Fir'aun...
Dari mereka kita tahu, kesombongan tak pernah berasal dari kelebihan yang dimiliki. Melainkan jiwa yang kerdil dan wawasan yang sempit.
"Ini semata adalah karunia dari Rabbku, untuk menguji aku apakah aku akan bersyukur, atau justru kufur. Dan barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia tak lain bersyukur bagi kebaikan dirinya. Dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (Q.s. An-Naml 27:40)
Sulaiman mewariskan kesyukuran, kesadaran dan kewaspadaan. Syukur untuk mensujudkan diri pada Sang Pencipta di setiap nikmat, yang kebaikannya kan kembali pada diri. Sadar bahwa segala yang dimilikinya tanpa kecuali semata-mata hanyalah karunia. Dan waspada bahwa setiap karunia itu hakikatnya ujian yang akan memperlihatkan keseharian dirinya ; sebagai hamba yang bersyukur ataukah hamba yang kufur.
Ukuran kecintaan Allah kepada hambanya bukan dilihat dari banyak sedikitnya harta yang dimiliki oleh hambanya. Bukan berarti orang kaya adalah tanda Allah lebih mencintainya daripada orang miskin. Begitu pula ukuran mulia dan tercelanya manusia bukan dilihat dari kaya atau miskin, lapang atau sempit, dan bahagia atau duka. Tetapi kemuliaan itu ada pada sikap menjalaninya. Taqwanya.
Berkaca pada kisah Qarun dan 'Abdurrahman ibn 'Auf...
Qarun yang menganggap kekayaannya berada dari ilmunya, lupa bahwa semua yang ia miliki berasal dari karunia Allah. "
Qarun berkata, "Hanyasanya harta itu diberikan kepadaku, disebabkan atas ilmu yang ada padaku." (Q.s. Al-Qashash 28:78)
Kisah zuhudnya dan harunya Sahabat Rasulullah SAW, 'Abdurrahman ibn 'Auf. Ia menangis ketika dihidangkan roti lembut beserta lauknya. Tersedu ia berkata, "Mush'ab ibn Umair lebih baik dari kami. Dan dia tak pernah menikmati makanan sebaik ini. Kala syahid di Uhud, tiada kafan baginya selain selimut usang lagi lusuh, yang kalau ditutupkan ke kepala terbuka kakinya, jika diselubungkan ke kaki tersingkap kepalanya."
Bahwa Al-Qur'an memuji Sulaiman yang berlimpah serta berkuasa dan sekaligus mengutuk Qarun yang bermewah-mewah lagi bermegah. Lalu ia muliakan Ayyub yang sakit, berduka, bangkrut, dan papa.
Di lapis-lapis keberkahan, kita berpindah dari harta Qarun ke warisan Sulaiman. Ialah sikap syukur, sadar dan waspada. Atau juga teladan Ayyub : sikap sabar, ridha, dan selalu mesra. Semua itu, betapa indahnya.
Sumber : Salim A Fillah dalam bukunya Lapis-Lapis Keberkahan halaman 155-163
Dari mereka kita tahu, kesombongan tak pernah berasal dari kelebihan yang dimiliki. Melainkan jiwa yang kerdil dan wawasan yang sempit.
"Ini semata adalah karunia dari Rabbku, untuk menguji aku apakah aku akan bersyukur, atau justru kufur. Dan barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia tak lain bersyukur bagi kebaikan dirinya. Dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (Q.s. An-Naml 27:40)
Sulaiman mewariskan kesyukuran, kesadaran dan kewaspadaan. Syukur untuk mensujudkan diri pada Sang Pencipta di setiap nikmat, yang kebaikannya kan kembali pada diri. Sadar bahwa segala yang dimilikinya tanpa kecuali semata-mata hanyalah karunia. Dan waspada bahwa setiap karunia itu hakikatnya ujian yang akan memperlihatkan keseharian dirinya ; sebagai hamba yang bersyukur ataukah hamba yang kufur.
Ukuran kecintaan Allah kepada hambanya bukan dilihat dari banyak sedikitnya harta yang dimiliki oleh hambanya. Bukan berarti orang kaya adalah tanda Allah lebih mencintainya daripada orang miskin. Begitu pula ukuran mulia dan tercelanya manusia bukan dilihat dari kaya atau miskin, lapang atau sempit, dan bahagia atau duka. Tetapi kemuliaan itu ada pada sikap menjalaninya. Taqwanya.
Berkaca pada kisah Qarun dan 'Abdurrahman ibn 'Auf...
Qarun yang menganggap kekayaannya berada dari ilmunya, lupa bahwa semua yang ia miliki berasal dari karunia Allah. "
Qarun berkata, "Hanyasanya harta itu diberikan kepadaku, disebabkan atas ilmu yang ada padaku." (Q.s. Al-Qashash 28:78)
Kisah zuhudnya dan harunya Sahabat Rasulullah SAW, 'Abdurrahman ibn 'Auf. Ia menangis ketika dihidangkan roti lembut beserta lauknya. Tersedu ia berkata, "Mush'ab ibn Umair lebih baik dari kami. Dan dia tak pernah menikmati makanan sebaik ini. Kala syahid di Uhud, tiada kafan baginya selain selimut usang lagi lusuh, yang kalau ditutupkan ke kepala terbuka kakinya, jika diselubungkan ke kaki tersingkap kepalanya."
Bahwa Al-Qur'an memuji Sulaiman yang berlimpah serta berkuasa dan sekaligus mengutuk Qarun yang bermewah-mewah lagi bermegah. Lalu ia muliakan Ayyub yang sakit, berduka, bangkrut, dan papa.
Di lapis-lapis keberkahan, kita berpindah dari harta Qarun ke warisan Sulaiman. Ialah sikap syukur, sadar dan waspada. Atau juga teladan Ayyub : sikap sabar, ridha, dan selalu mesra. Semua itu, betapa indahnya.
Sumber : Salim A Fillah dalam bukunya Lapis-Lapis Keberkahan halaman 155-163
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusajoqq^^com
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajoqq^^com...
segera di add Whatshapp : +855969190856